@Blog dari blogspot guna sharing pendapat,urun rembug dan menyelesaikan persoalan secara bersama-sama dibidang kesehatan,elektromedik,alternatif,bengkel,tukang n palmistri cinta to world enhancing quality service by tole
Senin, 18 Oktober 2010
Rabu, 13 Oktober 2010
ROKOK “KONCO AREK” INDIVIDUALISME ???

ROKOK “KONCO AREK” INDIVIDUALISME ???
Penulis: Rehan Aufa Fakhri
Yakinlah, semua orang akan mati, tapi saya memilih tidak menghiasi kematian saya dengan paru yang busuk, kanker di kerongkongan, orang tua yang meratapi makam anaknya tercinta, atau penderitaan keluarga saya akibat mengurus dan membiayai saya di rumah sakit karena sakit kronis yang disebabkan oleh rokok.
Berapa banyak batang rokok yang telah kita hisap yang akan merusak jantung kita? Jawabannya, cukup satu batang saja. Banyak alasan orang merokok. Ada yang hanya karena gengsi, gaya hidup, iseng, atau hanya ingin terlihat macho dan gaul. Efek dari rokok dapat dirasakan secara psikologis yang dapat langsung dirasakan. Perasaan terlihat lebih macho, lebih percaya diri, lebih tenang, dan efek-efek menyenangkan lainnya. Namun selain efek tersebut, ada efek lain yang pelan-pelan menyusup di balik tubuh. Seringkali demi pergaulan orang yang tidak merokok ikut-ikutan menghisap rokok walau hanya satu batang. “Ndak ba’a do kan lai sabatangnyo” begitu alasan yang sering didengar.
Sebatang rokok tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan si perokok, tapi juga orang-orang di sekeliling perokok yang terkadang harus “rela” menjadi “perokok” (perokok pasif) karena sifat individualis yang dipamerkan oleh sabagian perokok. Namun lebih luas lagi, rokok telah merubah pola pikir dan mendorong masyarakat menjadi masyarakat yang individualis. Tengok saja, ketika kita sedang menggunakan transportasi umum, mengunjungi warung kopi, swalayan dan hampir semua tempat umum tidak luput dari asap rokok yang bergentayangan mencari mangsa. Ini membuktikan, sikap individualis atau lebih mementingkan kepuasan pribadi tanpa menghiraukan dampaknya terhadap orang lain.
Hak seseorang yang tidak merokok mulai dari bayi yang baru lahir, anak-anak, wanita, laki-laki dan orang tua, untuk memperoleh udara segar dan sehat diinjak-injak akibat asap rokok yang mudah ditemui ditempat-tempat umum. Bukankah ini kedzaliman yang nyata? Semua pihak harus ikut bertanggung jawab dalam hal ini, mulai dari orang tua, guru, tukang becak sampai pejabat harus menunjukan citra positif dan melarang kepada anak-anak untuk menegaskan jika itu adalah aib dan perilaku jahat karena merusak diri dan orang lain. Jika hal ini tidak dilakukan maka dikhawatirkan mereka kelak akan menjadi korban individualisme si perokok. Perokok sebaiknya menghindari merokok di depan anak-anak, karena sifat anak-anak yang paling pintar meniru hal-hal baru yang belum pernah dicobanya. Pemerintah harus memiliki tanggung jawab penuh dalam hal ini karena menyangkut kualitas asset daerah yakni anak-anak generasi penerus bangsa yang sangat butuh teladan yang baik dari masyarakat.
Sosialisasi anti narkoba tak akan mengurangi jumlah pengguna narkoba selama pemerintah masih selalu beranggapan dengan bertumpu kepada pajak rokok dan menghalalkan rokok. Sebuah sumber menyebutkan bahwa negara-negara maju memiliki konsern yang tinggi terhadap kesehatan khususnya rokok. Negara-negara maju sudah meninggalkan rokok dan enggan menerima pekerja yang perokok, sementara kita masih berkutat dan menghamba kepada rokok, artinya negara atau bangsa-bangsa tertinggal sangat sedikit perhatiannya terhadap masalah rokok. Akhirnya, semua lapisan masyarakat harus turut berperan serta dalam memerangi segala sifat-sifat mementingkan diri sendiri tanpa ada rasa empati terhadap orang lain yang dapat ditimbulkan oleh berbagai macam media khususnya rokok demi mewujudkan generasi penerus bangsa yang bebas dari ketergantungan narkoba jenis rokok dan masyarakat yang lebih sehat. Rokok sebagai tumpu perekonomian
Di kalangan banyak orang, muncul pendapat bahwa “industry rokok memberikan kontribusi pemasukan negara dengan jumlah besar” namun pada kenyataannya negara membayar biaya lebih besar untuk rokok dibanding dengan pemasukan yang diterimanya dari industri rokok karena rokok merupakan kerugian mutlak bagi hampir seluruh negara. Pemasukan yang diterima negara dari industri rokok (pajak dan sebagainya) mungkin saja berjumlah besar, tapi kerugian langsung dan tidak langsung yang disebabkan konsumsi rokok jauh lebih besar karena biaya yang ditanggung pemerintah dalam mengobati jumlah pasien yang terkena rokok sebenarnya jauh lebih besar.
Biaya tinggi yang harus dikeluarkan untuk membayar biaya penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh rokok, absen dari kerja, hilangnya produktifitas dan pemasukan, kematian prematur, dan juga membuat orang menjadi miskin lebih lama karena mereka menghabiskan uangnya untuk membeli rokok.
Biaya besar lainnya yang tidak mudah untuk dijabarkan termasuk berkurangnya kualitas hidup para perokok dan mereka yang menjadi perokok pasif. Selain itu, penderitaan bagi mereka yang harus kehilangan orang yang dicintainya karena rokok. Semua ini merupakan biaya tinggi yang harus ditanggung. Gerakan warung anti rokok
Diperkirakan, 900 juta (84%) perokok sedunia hidup di negara-negara berkembang atau transisi ekonomi termasuk di Indonesia. The Tobacco Atlas mencatat, lebih dari 10 juta batang rokok diisap tiap menit, tiap hari, di seluruh dunia oleh satu miliar laki-laki dan 250 juta perempuan. Sebanyak 50% total konsumsi rokok dunia dimiliki China, Amerika Serikat, Rusia, Jepang dan Indonesia. Bila kondisi ini berlanjut, jumlah total rokok yang dihisap tiap tahun adalah 9.000 triliun rokok pada tahun 2025.
Jika kita cermati, para perokok pada umumnya adalah para kalangan menengah ke bawah yang membeli rokok perbatang atau paling banyak sebungkus. Dan mereka pada umumnya membeli rokok pada warung-warung terdekat.
Andai saja pemerintah menetapkan peraturan tegas mengenai warung-warung yang menjual rokok. Maka akan banyak memberi dampak positif.

Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Perilaku Merokok Pekerja Sektor Informal

ARTIKEL:
Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Perilaku Merokok Pekerja Sektor Informal
Penulis: Bambang Setiaji
Merokok merupakan masalah yang serius karena pengaruhnya pada berbagai aspek, yaitu aspek kesehatan, aspek ekonomi, aspek sosial. Ditinjau dari sisi kesehatan, kebiasan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru, bronkitis kronik, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya (Aditama, 1997).
Estimasi biaya yang hilang akibat konsumsi tembakau adalah Rp167,1 triliun. Jumlah tersebut 5,1 kali lipat pemasukan cukai rokok sendiri yang hanya sebesar Rp32,6 triliun pada tahun 2005. Belanja rokok rumah tangga perokok di Indonesia menempati urutan nomor 2 (10,4%) setelah makanan pokok padi-padian (11,3%), sementara pengeluaran untuk daging, telur dan susu besarnya rata-rata hanya 2%. Belanja rokok juga tercatat lebih dari 3 kali pengeluaran untuk pendidikan (3,2%) dan hampir 4 kali lipat pengeluaran untuk kesehatan (2,7%).
Ironisnya, perilaku merokok justru didominasi oleh keluarga miskin. Dua belas juta ayah dari 19 juta keluarga miskin adalah perokok dengan asumsi rata-rata merokok sebanyak 10 batang setiap harinya (Republika, Rabu 21 November 2007). Selain itu, Susenas tahun 1995, 2001, dan 2004 menunjukkan proporsi pengeluaran rokok masyarakat termiskin (K1), lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat terkaya (K5). Perbandingan pengeluaran rokok K1 dan K5, tahun 1995 adalah (6,1 : 4,9), tahun 2001 adalah (9,1 : 7,5), dan tahun 2004 adalah (10,9 : 9,7).
Di belahan dunia lain setali tiga uang. Pria pada rumah tangga miskin dengan pendidikan lebih rendah di Chicago merupakan perokok (Dell dkk, 2005). WHO juga melaporkan, bahwa jumlah perokok paling banyak berasal dari kalangan masyarakat miskin. Di Madras, India mayoritas perokok justru dari kelompok masyarakat buta huruf. Hasil riset lainnya di berbagai negara membuktikan hal yang serupa, bahwa rokok lebih banyak dikonsumsi oleh kelompok masyarakat termiskin.
Kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi rendah yang patut mendapat perhatian dalam bidang kesehatan adalah pekerja sektor informal. Diperkirakan saat ini jumlah pekerja sektor informal besarnya sekitar 64 % dari angkatan kerja. Salah satu pekerja sektor informal yang saat ini menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam mencari nafkah adalah tukang ojek.
Hasil penelitian pendahuluan terhadap 108 tukang ojek yang dilakukan di Jakarta, Bekasi dan Depok tahun 2006 menunjukkan bahwa 85 % tukang ojek adalah perokok, 20 % lebih tinggi dibanding prevalensi merokok laki-laki dewasa nasional tahun 2004 (Susenas, 2004). Rata-rata jumlah rokok yang diisap tukang ojek adalah 11 batang rokok perhari, dengan rata-rata pengeluaran untuk rokok perhari mencapai Rp7.500.
Masalah kesehatan yang dihadapi oleh tukang ojek pun tidak kalah pelik, 85% pernah mengalami kesulitan uang untuk berobat. Mereka mencari uang untuk berobat dengan cara meminjam (39%), meminta bantuan saudaranya (37%), menjual barang/harta (17%), dan minta kartu SKTM (7%). Hampir semua tukang ojek merasa khawatir bila suatu saat mereka sakit. Sebagian besar dari mereka juga khawatir tidak punya uang dan tidak bisa mencari nafkah. Perkiraan rata-rata kehilangan pendapatan selama sakit kurang lebih Rp83.000.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam penelitian ini dikembangkan intervensi promosi kesehatan berupa promosi berhenti merokok melalui pendekatan ekonomi yang berorientasi kepada sasaran yang spesifik tukang ojek dan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok. Penelitian ini dilakukan untuk menilai pengaruh promosi kesehatan terhadap perilaku merokok dan pengeluaran biaya rokok tukang ojek.
Model Hubungan Timbal Balik antara Individu, Lingkungan, dan Perilaku
Hubungan Timbal Balik antara Individu, Lingkungan dan Perilaku
(Modifikasi dari Social Cognitif Theory (SCT), Bandura)
Dapat dijelaskan bahwa ada hubungan timbal balik antara faktor individu, faktor lingkungan dan faktor perilaku merokok. Semakin positif faktor individu dalam memahami masalah merokok maka individu tersebut tidak akan merokok demikian sebaliknya. Semakin positif faktor lingkungan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok, maka perilaku merokok tidak akan terjadi demikian juga sebaliknya. Di sisi yang lain terjadi juga hubungan timbal balik antara faktor individu dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku merokok. Intervensi promosi kesehatan diharapkan dapat mengubah faktor individu dan lingkungan menjadi kondusif dalam menciptakan perilaku tidak merokok.
Objek dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada tukang ojek yang merokok dan mempunyai organisasi di wilayah kampus UI Depok sebagai kelompok intervensi dan Cijantung Jakarta Timur sebagai kelompok kontrol. Informasi awal tukang ojek yang merokok diperoleh dari pengelola tukang ojek disetiap pangkalan. Selanjutnya dipilih sampel secara proporsional sampling pada setiap pangkalan ojek sampai diperoleh sebanyak 160 responden pada masing-masing kelompok.
Promosi Kesehatan
Upaya promosi kesehatan yang dikembangkan adalah promosi berhenti merokok melalui pendekatan ekonomi berorientasi sasaran dan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok. Peningkatan pengetahuan dilakukan melalui penyuluhan dan penyebarluasan media cetak kepada tukang ojek. Sedangkan pengembangan lingkungan yang kondusif untuk tidak merokok dilakukan melalui pemasangan media cetak di sekitar pangkalan dan pertemuan dengan pengelola tukang ojek. Secara rinci pelaksanaan intervensi adalah sebagai berikut:
Intervensi Promosi Berhenti Merokok
SASARAN
INTERVENSI
LAMA
FREKUESNI
* Tukang ojek
* Penyuluhan
* Pemberian selebaran media cetak
* Pemasangan poster di sekitar pangkalan
* Pemberian kalender
* Pemasangan stiker di motor
* + 45 mnt
* + 4 bulan
* 2 minggu sekali (10 kali), dalam 6 bulan
* 10 jenis media
* Diganti setiap 2 minggu sekali
* 1 kali
* 1 kali
* Pengelola tukang ojek
* Pertemuan, pemberian selebaran, buku saku
* + 1 jam
* 1 bulan sekali, selama 6 bulan
* Pembina Lingkungan Kampus
* Pendekatan guna mendukung pelaksanaan intervensi di lapangan
* + 45 mnt
* 3 kali
Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Merokok Responden
Dalam penelitian ini telah dilakukan suatu metode promosi kesehatan yang spesifik ditujukan kepada tukang ojek dan upaya menciptakan dukungan sosial. Terdapat berbedaan yang signifikan di daerah intervensi terkait perbedaan pengetahuan, perbedaan sikap, perbedaan perilaku, dan perbedaan pengeluaran biaya rokok dalam sehari antara sebelum dan sesudah dilakukan promosi kesehatan.
Berdasar hasil penelitian, dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pengetahuan dan sikap responden pada kelompok intervensi mengalami kenaikan sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada kenaikan.
2. Sikap positif tukang ojek terkait masalah rokok meningkat setelah dilakukan upaya promosi kesehatan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak ada peningkatan.
3. Promosi kesehatan berpengaruh terhadap kemungkinan berhenti merokok tukang ojek. Penurunan jumlah perokok daerah intervensi lebih besar 1,7 kali dibanding daerah kontrol.
4. Promosi kesehatan berpengaruh signifikan terhadap penurunan biaya rokok yang dikeluarkan tukang ojek. Pada daerah intervensi, konsumsi rokok bisa menurun hingga Rp2.500 sedangkan pada daerah kontrol hanya sebesar Rp300 setiap harinya.
Mengubah perilaku masyarakat untuk berhenti merokok memang tidak mudah karena merokok sudah menjadi kebiasaan umum di beberapa kelompok masyarakat, termasuk tukang ojek. Untungnya, masih ada sikap positif masyarakat terhadap perilaku merokok. Semua responden dalam penelitian kualitatif setuju bila pengeluaran rokok dapat dialihkan untuk kebutuhan pokok rumah tangga lainnya. Caranya bervariasi, yaitu secara bertahap mengurangi jumlah rokok, dan perlu niat berhenti yang tinggi.
Pengembangan Media Baru
Dalam penelitian ini dikembangkan juga beberapa media cetak promosi kesehatan, baik berupa poster dan selebaran. Media tersebut dikembangkan dengan cara memproduksi media yang sudah ada dan memproduksi baru. Dalam penelitian ini juga dilakukan penilaian terhadap 5 (lima) jenis media cetak produksi baru berupa poster. Penilaian dilakukan untuk melihat sejauh mana media tersebut menarik, informatif, memotivasi, komunikatif, dan efektif bagi sasaran. Penilaian dilakukan secara kualitatif melalui diskusi kelompok terarah.
1. Poster yang paling menarik adalah poster 1
2. Poster yang paling informatif adalah poster 2
3. Poster yang paling memotivasi adalah poster 2 dan poster 3
4. Poster yang paling komunikatif adalah poster 4 dan poster 5
5. Poster yang paling efektif adalah poster 1 dan poster 2
Selasa, 12 Oktober 2010

6
Ikuti setiap petunjuk rujukan silang ( “see” dan “see also”)
Cek ketepatan kode pada volume 1 (baca penjelasan pada judul Blok atau Bab).
Labor (see also Delivery)
Untuk Kategori 3 karakter dengan .- (point dask) berarti ada karakter ke 4 pada Volume 1
Baca tuntunan setiap “Inclusion” dan “Exclusion” dibawah kode yang dipilih.
Tentukan kode
LANGKAH MENENTUKAN Kode
6
Ikuti setiap petunjuk rujukan silang ( “see” dan “see also”)
Cek ketepatan kode pada volume 1 (baca penjelasan pada judul Blok atau Bab).
Labor (see also Delivery)
Untuk Kategori 3 karakter dengan .- (point dask) berarti ada karakter ke 4 pada Volume 1
Baca tuntunan setiap “Inclusion” dan “Exclusion” dibawah kode yang dipilih.
Tentukan kode
LANGKAH MENENTUKAN KODE
LANGKAH MENENTUKAN KODE
Koding
Koding yang yang benar benar
•
Perhatikan persyaratan dual- klasifikasi dagger & Asterisk († , *)
•
Perhatikan peraturan penulisan additional code.
•
Perhatikan cara penulisan digit ke-5 yang ada.
•
Perhatikan konvensi dan tanda baca ICD yang berlaku.
Koding
Koding yang yang benar benar
•
Partus, minimum kode yang diperlukan:
- Status ibu saat melahirkan, penyakit-2 kondisi yang mungkin mempengaruhi atau sebagai penyulit persalinan.
- Metode persalinan tunggal/multipel
Partus spontan atau dengan pertolongan: vakum, forcep, seksio, induksi dsb.
- Outcome of delivery (tunggal/multipel)
•
Masalah/gangguan post partus/puerperium.
KHUSUS UNTUK BAYI PERINATAL:
•
Apabila bayi lahir sehat maka tidak memiliki code diagnosis penyakit (P) hanya perlu kode bahwa ia lahir hidup di lokasi persalinan, tunggal atau multiple
•
Apabila lahir ada masalah/gangguan. cari kode P.
termasuk bayi lahir sehat tetapi dipengaruhi oleh faktor ibunya : komplikasi saat hamil & melahirkan
P00 s/d P04
(cont : hamil dengan hypertensi O10.0)
•
Apabila lahir mati, telusuri melalui Death.
Cara penulisan sertifkat kematian pelajari di ICD vol 2 (Perinatal Death)
KODE DIAGNOSE TAMBAHAN, SEKUNDER & KOMPLIKASI
C00.8, C02.8, C05.8 [See note]
E10 [See for subdivision]
M00 [See site code ]
M40 [See site code above]
Kadang ada kategori yang dilengkapi dengan keterangan:
E00 dilengkapi keterangan: Use additional code
(F70-F79). If..
E10-E14 Use additional external cause code (Chapter XX), if desired, …
E34.0 Note: May be used as an additional code,
G06 Use additional code (B95-B97), ….
O98 Use additional code (Chapter 1), ifdesired, to …
Tanpa dokumentasi rekam medis – Koding tidak bisa dilakukan
Kelengkapan RESUME MEDIS
Ketelitian & Ketepatan koding
Komunikasi dokter dan koder
Minggu, 10 Oktober 2010
Langganan:
Postingan (Atom)